TUHAN SUDA LAMA PERGI,
DIA DILUPAN DAN TIDAK DIHARAPKAN
(intropeksi diri dan kesadaran sosial)
Oleh:
Aton Bagaskara Jafar
Agama dibutuhkan sebagai pegangan hidup, yang menjadi ajaran dan akidah dalam kehidupan dan menjanjikan hidup di dunia lain yang abadi. Dunia yang kita tempati sekarang ini sebagai tempat persinggahan untuk menebar kebaikan dan menghindari berbuat jahat agar mendapat balasan sesuai yang di janjikan oleh Tuhan.
Berbicara tentang Tuhan dan dunia lain setelah kehidupan di dunia saat ini bisa dibicarakan oleh semua orang yang telah memiliki kesadaran. Walaupun dapat dibicarakan oleh semua orang, bukan berarti telah menunjukan kualitas dan tingkat keimanan yang tinggi. Saya berspekulasi bahwa diantara banyaknya orang yang beragama suda tidak takut kepada Tuhannya, karena suda tidak ada rasa takut untuk meninggalkan sholat dan melakukan apa yang dilarang dan meninggalkan apa yang diperintah. Ini menunjukan manusia yang mengaku beragama suda mulai melempaskan diri dari hubungannya dengan Tuhan, sehingga agama hanya sebagai simbol komunitas belaka yang miskin nilai dan praktek dalam mengiplementasikan apa yang diajarkan.
Orang yang beragama menjadikan apa yang dipercayainya sebagai sandaran dan pengangan dalam kehidupan, namun kepercayaan ini suda terbagi. Yang meyebabkan pelaksanaan nilai-nilai yang diajarkan oleh agama saling tumpang tindih dengan kepercayaan lain yang berkembang dalam masyarakat. Diwaktu lain berdoa kepada Tuhan memohon perlidungan, dimudahkan reziki dan kesehatan, diwaktu yang lain meminta perlindungan, reziki dan kesehatan ditempat yang lain pula.
Eksistensi Tuhan mulai tersingkir, kita mulai suda tidak takut dan tidak membutuhkan Dia lewat sikap dan perbuatan kita sehari-hari. Apa yang diperbolehkan olehNya menjadi larangan dalam kepercayaan yang lain. Atau kita mengabaikan apa yang diperitahkanNya demi kesenangan dan ketenagan yang kita pilih.
Kita tahu kalau kita berpegang pada dua keyakinan atau lebih, entah kita sadar atau tidak kalau keyakinan yang satu mengingkari keyakinan yang lainnya; tidak dibenarkan untuk mempercayai susuatu selain Tuhan [musrik]. Namun dalam kehidupan hal ini berjalan secara normal tanpa saling mengingatkan. Suda menjadi sesuatu yang wajar, sehingga berpegang pada dua keyakinan atau lebih telah dilakukan oleh orang banyak. Kita secara perlahan mulai menyingkirkan posisi Dia secara bersamaan dengan meyakini yang lain bisa memberikan reziki, kesehatan dan lain-lain. Sementara Dia suda lama tidak memberikan sentuhan, kita seperti dibiarkan tersesat di alam raya, berdoa kepadaNya tidak kunjung dikabulkan.
Sabtu, 14 September 2019
Selasa, 10 September 2019
Cerita Rakyat Sumpah "bourefen"
CERITA RAKYAT SUMPAH BOU-RE-FEN
Hasil percakapan dengan mama (Siti Fabanyo)
Oleh: Aton Bagaskara Jafar
Dulu daging babi dan kura-kura adalah makanan khusus untuk Tuhan yang dipercaya sebagai makanan paling enak.
Pada satu waktu ada acara besar yang dibuat oleh masyarakat, diacara itu akan dihadiri juga oleh Tuhan, sehingga disediakan makanan berupa daging babi dan kura-kura, sebagai makanan istimewa yang dipersembahkan kepada Tuhan. Acara berlangsung dengan meria dan berbagai hidangan disediakan. Namun saat acara berlangsung Tuhan tidak kunjung tiba, susana menjadi tegang dan kacau. Sebagaian masyarakat mulai menganggap bahwa Tuhan tidak akan datang dan bertanya-tanya “bagaimana dengan makanan yang dipersembahkan untuk Tuhan?”. Pertanyaan itu mempengaruhi pikirang dan nafsu setiap orang untuk merebut makanan daging babi dan kura-kura. Suasana tidak terkendali, setiap orang saling merebut daging babi dan kura-kura.
Saat daging babi dan kura-kura suda habis dimakan barulah Tuhan datang. Babi dan kura-kura sangat menyesel daging mereka tidak dimakan oleh Tuhan, maka mereka memohon dengan permohonan yang belum perna dilakukan oleh mahluk lain, berbagai usaha dilakukan untuk mendapat rihdo dan izin agar daging mereka dihalalkan.
Permohonan mereka diterima oleh Tuhan agar dihalalkan. Cuman dengan beberpa ketentuan, yakni bagian dari kura-kura yang dihalalkan hanyalah telurnya, dan babi sebagian dagingnya dipindahkan ke kaki ayam.
Di Bicoli, Kec. Maba Selatan Kab. Halmahera Timur. Jika ada hajatan dan untuk membacakan doa dan zikir yang dilalukan seperti tahlilan dan kalau menggunkan kaki ayam akan dibuka sedikit daging pada kaki ayam itu. Karena diyakini itu daging babi yang diletakkan oleh Tuhan.
Dan babi dalam bahasa Bicoli disebut bou dan kata penghubung “dan” adalah re sementara kura-kura adalah fen. Sehingga kata bou-re-fen berarti babi dan kura-kura.
Kalimat bourefen menjadi kalimat yang digunakan untuk menunjukan keseriusan seseorang dalam berucap. Ini digunaakan dengan menyampaikan kata bourefen di awal kalimat baru disesul dengan kalimat penegasan.
Contonya seperti saat anak meminta uang kepada ibu, dan ibu menjawab dengan kalimat “bou re fen anik seng pa” artinya “babi dan kura-kura aku tidak mempunyai uang”. Kalimat ini bukan mengejek dengan mengatakan anak atau ibu mirip babi dan kura-kura, malainkan keseriusan dari ibu untuk menegaskan bahwa dia memang tidak mempunyai uang.
Menggunakan kalimat bourefen dalam ucapan adalah penegasan untuk menunjukan keseriusan dari yang bersangkutan yang di umpakan seperti keseriusan babi dan kura-kura dalam memohon sampai Tuhan mengabulkan permohonan mereka. Sehingga kalimat bourefen selain bentuk penegasan juga mengandung makna keseriusan.
Hasil percakapan dengan mama (Siti Fabanyo)
Oleh: Aton Bagaskara Jafar
Dulu daging babi dan kura-kura adalah makanan khusus untuk Tuhan yang dipercaya sebagai makanan paling enak.
Pada satu waktu ada acara besar yang dibuat oleh masyarakat, diacara itu akan dihadiri juga oleh Tuhan, sehingga disediakan makanan berupa daging babi dan kura-kura, sebagai makanan istimewa yang dipersembahkan kepada Tuhan. Acara berlangsung dengan meria dan berbagai hidangan disediakan. Namun saat acara berlangsung Tuhan tidak kunjung tiba, susana menjadi tegang dan kacau. Sebagaian masyarakat mulai menganggap bahwa Tuhan tidak akan datang dan bertanya-tanya “bagaimana dengan makanan yang dipersembahkan untuk Tuhan?”. Pertanyaan itu mempengaruhi pikirang dan nafsu setiap orang untuk merebut makanan daging babi dan kura-kura. Suasana tidak terkendali, setiap orang saling merebut daging babi dan kura-kura.
Saat daging babi dan kura-kura suda habis dimakan barulah Tuhan datang. Babi dan kura-kura sangat menyesel daging mereka tidak dimakan oleh Tuhan, maka mereka memohon dengan permohonan yang belum perna dilakukan oleh mahluk lain, berbagai usaha dilakukan untuk mendapat rihdo dan izin agar daging mereka dihalalkan.
Permohonan mereka diterima oleh Tuhan agar dihalalkan. Cuman dengan beberpa ketentuan, yakni bagian dari kura-kura yang dihalalkan hanyalah telurnya, dan babi sebagian dagingnya dipindahkan ke kaki ayam.
Di Bicoli, Kec. Maba Selatan Kab. Halmahera Timur. Jika ada hajatan dan untuk membacakan doa dan zikir yang dilalukan seperti tahlilan dan kalau menggunkan kaki ayam akan dibuka sedikit daging pada kaki ayam itu. Karena diyakini itu daging babi yang diletakkan oleh Tuhan.
Dan babi dalam bahasa Bicoli disebut bou dan kata penghubung “dan” adalah re sementara kura-kura adalah fen. Sehingga kata bou-re-fen berarti babi dan kura-kura.
Kalimat bourefen menjadi kalimat yang digunakan untuk menunjukan keseriusan seseorang dalam berucap. Ini digunaakan dengan menyampaikan kata bourefen di awal kalimat baru disesul dengan kalimat penegasan.
Contonya seperti saat anak meminta uang kepada ibu, dan ibu menjawab dengan kalimat “bou re fen anik seng pa” artinya “babi dan kura-kura aku tidak mempunyai uang”. Kalimat ini bukan mengejek dengan mengatakan anak atau ibu mirip babi dan kura-kura, malainkan keseriusan dari ibu untuk menegaskan bahwa dia memang tidak mempunyai uang.
Menggunakan kalimat bourefen dalam ucapan adalah penegasan untuk menunjukan keseriusan dari yang bersangkutan yang di umpakan seperti keseriusan babi dan kura-kura dalam memohon sampai Tuhan mengabulkan permohonan mereka. Sehingga kalimat bourefen selain bentuk penegasan juga mengandung makna keseriusan.
Langganan:
Postingan (Atom)