Sabtu, 16 September 2017

SEJARAH AWAL DESA BICOLI DAN BUDAYA MAKAN BERSAMA SEBAGAI MEDIA PEMERSATU TIGA SUKU (MCOLI, INGLI DAN SAMAFU)



SEJARAH AWAL DESA BICOLI DAN
BUDAYA MAKAN BERSAMA SEBAGAI MEDIA PEMERSATU
TIGA SUKU (MCOLI, INGLI DAN SAMAFU)



Oleh:
Aton Bagaskara Jafar

Di buat guna memenuhi tugas mata kuliah
Hukum adat dan kearifan lokal

Catatan sejarah ini diperoleh dari hasil percakapan dengan
Tete Wahap Ismail, Tete Salasa Abbas, Tete Sebau Kasturi dan Tete Ikbal Hasan

Sejarah awal desa Bicoli tidak terpisahkan dari cerita Jafar Sadek ke kayanganˡ untuk menemui istrinya, karena dari cerita ini kita mewacanakan tentang terbentuknya pulau Halmahera dan negeri pertama di pulau Halmahera, Menurut Kapita Lao Kesultanan Ternate yang namanya tidak sempat di ingat oleh Tete Wahab Ismail waktu berbincang-bincang dengannya, Beliau katakan bahwa negeri pertama di pulau Halmahera adalah Bicoli karena nama Bicoli² menggunakan awalan “BI” yang dimana relasi dengan kalimat pertama dalam setiap ayat Alquran yang menggunakan awalan “BI” yakni “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”.
Setelah terbentuknya pulau Halmahera dan suda berpenghuni, di Bicoli hidup suatu mahluk yang dapat berbentuk gaib dan dapat berbentuk manusia, Dia adalah Momole Mancabo Tokoh legendaris dan sangat diagung-agungkan oleh masyarakat Bicoli hingga kini. Selain di Bicoli yang berpenghuni ada juga beberapa tempat yang suda didiami oleh manusia yaitu di daerah pertengahan Patlean dan Jara-jara yang di kenal dengan Soa Mcoli dan ada yang bertempat di Paga yang kemudian di kenal dengan Soa Ingli.
 

ˡ Dulu sebelum adanya pulau Halmahera hidup seorang pria bernama Jafar Sadek yang pada suatu hari tidak sengaja melihat tujuh bidadari sedang mandi. Maka Jafar Sadek pun langsung mengambil satu di antara tujuh selendang sehingga satu bidadari tidak bisa terbang ke kayangan maka hal itu mengaharuskan bidadari itu untuk hidup di bumi dan menikah dengan Jafar Sadek. Dengan berjalannya waktu mereka dikaruniai beberapa anak dan pada saat istri Jafar Sadek akan menyusui anak yang paling bungsu sambil berbaring dia melihat selendangnya yang di ambil oleh Jafar Sadek yang disembunyikan di atap rumah, maka dengan segera istri Jafar Sadek mengambil selendang itu dan terbang ke kayangan. Dari kepergian istrinya membuat Jafar Sadek menangis dan didengar oleh Momole Mancabo atau Momole Kie Gapi, maka Momole ini mendekati Jafar Sadek dan bertanya “apa yang kamu tangisi?” Jafar Sadek menjawab “istriku suda menemukan selendangnya dan telah balik ke kayangan”, dari jawaban Jafar Sadek membuat Momole merasa empati dan berkeinginan untuk membantu. Maka Momole katakana pada Jafar Sadek “Saya dapat membantumu asalkan dalam perjalanan kamu menutup mata” Jafar Sadekpun mengiyakan apa yang dikatakan oleh Momole. Sehingga Momole berubah menjadi burung elang dan dinaiki oleh Jafar Sadek untuk terbang ke kayangan. Dalam awal perjalanan Jafar Sadek menutup mata, cuman karena perjalanannya agaklama membuat Jafar Sadek penasaran sehingga  Jafar Sadek membuka mata, dari sikap itu maka jatulah sepenggal tanah yang kemudian di sebut Halmahera.
² Nama desa Bicoli ada yang mengatakan permberian dari salah satu Jenderal dari Portugis yang asal katanya “Beach Oil” yang berarti pantai minyak. Nama ini bukan maksud besarkan sejarah, karena nama ini dapat dibuktikan dengan suatu wilaya di ujung perbatasan Sangaji Bicoli dan Sangaji Patani ada satu daerah yang masyarakat Bicoli menyebutnya ”Wom Yeget” atau kolam minyak, kolam itu berminyak dan berlokasi dekat dengan pantai. Jadi nama Beach Oil ini untuk menandai tempat. Nama desa Bicoli dalam penyebutan bahasa daerah adalah Wowso yang berarti “pelarian”; pelarian yang di lakukan oleh Soa Mcoli dan Soa Samafu.




[  Tugas I  ]     Hukum adat dan kearifan lokal
1
 


Di ceritakan dulu sebagian Suku Mcoli melakukan perjalanan dari lokasi asalnya dipertengahan Jara-jara dan Patlean menuju Pulau Morotai untuk Bahalo (Mengolah serat pohon sagu menjadi tepung sagu). Jadi yang melakukan perjalanan ini adalah Ngofaredue dan ayahnya dan beberapa teman dari ayah Ngofaredue. Mereka melakukan perjalanan dan setibanya di Morotai ayah Ngofaredue dan teman-temannya langsung masuk ke hutan dan Ngofaredue diberi tugas untuk menjaga perahu. Ngofaredue menuruti perintah ayahnya dan selalu dipantai dan tidak jauh dari perahu, saat menjaga perahu Ngofaredue duduk di pasir tiba-tiba datang seekor ikan Hiu besar dan bertanya ke Ngofaredue “apa yang kamu lakukan disitu?” jawab Ngofaredue “Sedang menunggu ayahku” balas ikan Hiu “kalau seperti itu, ambilkan tali, ada yang mau saya berikan” Ngofaredue langsung naik pohon kelapa dan membuat tali dari pelepah kelapa, setelah talinya selesai di buat Ngofaredua memberitahukan kepada ikan Hiu bahwa tali suda selesai dibuatnya. Ikan Hiu menyuruh Ngofaredua untuk mengangkat tali biar ikan Hiu dapat melihat panjang tali yang dibuat, setelah dilihat, ikan Hiu kembali ke laut lepas, setelah beberapa menit ikan Hiu kembali dengan membawa ikan yang banyak yang kemudian dilempar ke pesisir menggunakan ekornya. Ngofaredue langsung mengambil satu persatu ikan yang berserakan di pesisir pantai. Hal ini berulang terus selama Ngofaredue di Morotoi, dan pada suatu hari ikan Hiu bertanya ke Ngofaredue “kapan kalian akan pulang?” jawab Ngofaredue “Hari jumat” balas ikan Hiu “Kalau kalian pulang pada hari jumat, kalian harus siapkan penggayung yang lebih besar karna cuaca pada hari itu tidak baik”. Mendengar ramalan dan saran dari ikan Hiu itu Ngofaredua sampaikan kepada ayahnya dan teman-teman dari ayahnya sebelum mereka berangkat, maka mereka membuat penggayung yang lebih besar, setelah semunaya siap mereka langsung memutuskan untuk melakukan perjalanan untuk kembali. Dalam perjalanan ternyata benar apa yang dinujumkan oleh ikan Hiu itu. Lautan sangat tidak bersahabat, angin, hujan dan gelombang mewarnai perjalanan, ikan Hiu melihat hal itu langsung membatu mereka dengan menggunakan siripnya untuk mengarahkan dan mendorong mereka tetap pada arah yang benar. Berkat bantuan ikan Hiu itu mereka sampai dengan selamat di pelabuhan Suku Mcoli, setelah sampai mereka mengikat perahu di tiang pelabuhan dan langsung mengangkat barang-barang dalam perahu untuk di bawah ke rumah masing-masing. Dalam perjalanan ke ruma ada beberapa pemuda yang jalan-jalan ke pelabuhan tidak sengaja melihat ikan Hiu besar itu dan mereka ingin membunuhnya untuk dimakan dagingnya, tetapi sebelum mereka melakukan tindakan itu ayah Ngofaredue menghentikan tindakan mereka sebelum mereka lukai ikan Hiu, ayah Ngofaredue sampaikan kepada mereka tanpa bantuan dari ikan Hiu ini kami belum tentu sampai disini dengan selamat, setelah bercakap-cakap ayah Ngofaredue mengambil kain putih dan mengikat di sirip ikan Hiu, dan ikan Hiu itupun langsung kembali ke lautan lepas. Setelah kepergian ikan Hiu itu tidak lama di temukan seekor ikan Lado besar terdapar di pesisir pantai dan masyarakat berbodong-bondong memotong ikan itu dan dibagikan untuk dimasak, padahal ikan lado yang dipotong dagingnya itu bukan ikan biasa tetapi ikan yang didalam dirinya hidup mahluk gaib, yakni jin, jadi jin dari ikan Lado ini masuk kampung dengan wujud seperti manusia. Jin ikan lado ini menghampiri sukumpulan penduduk Mcoli dan bertanya “Giga fan bena?”/ ikan lado kalian makan? Mereka menjawab “Iiii giga fan bena”/ Iya ikan Lado kami makan. Mendengar jawaban itu jin ikan lado berjalan meninggalkan mereka, setelah melewati mereka perkumpulan itu langsung tenggelam menyatu dengan lautan. Jin ikan lado itu terus




[  Tugas I  ]     Hukum adat dan kearifan lokal
2




melakukan perjalanan, dan dia menemukan perkumpulan dari suku Mcoli lagi dan dia memberikan pertanyaan yang sama seperti kelompok pertama dan merekapun  memberikan jawaban yang sama maka jin ikan lado itu berjalan meninggalkan mereka dan mereka juga tenggelam seperti kelompok yang pertama. Jin ikan lado terus melakukan perjalanan dan dia bertemu sepasang keluarga dan bertanya “giga fan bena?”/ikan lado kalian makan? Mereka menjawab “giga ton pa, sir teneit pa”/kami tidak makan ikan lado, mereka tidak berbagi dengan kami. Mendengar jawaban itu, jin ikan lado menjawab “page fetetelia, mew fowos na lolos Marafulas”/ kalau bagitu, kalian harus lari ke gunung Marafulas. Jin ikan lado menyuruh mereka pergi karena daerah itu akan tenggelam, maka merekapun lari ke gunung Marafulas, setelah aman mereka menyusuri sebagian pesisir pulau Halmahera untuk mencari tempat tinggal yang baru, dan sampailah mereka di Bicoli, tepatnya di belakan rumah Om Hamid yang berhadapan dengan luasnya mnyewe (Batu karang yang luasnya mendekati 1 km yang posisinya agak sedikit terpisah dengan batukarang di pesisir). Mereka mumutuskan untuk tinggal di Bicoli karena pesisir pantai Bicoli terbentang batukarang yang panjangnya ±4 km (Dari ujung desa Bicoli sampai ujung desa Kasuba) dan lebarnya berfariasi 50 dan 60 meter, jika dihitung lebar myewe sampai ke pesisir ±1 km lebih. Dan batu karang ini menjadi tempat tinggal berbagai macam binatang laut sehingga menjadi tempat yang pas untuk melangsungkan kehidupan. Maka suku Mcoli langsung ke mnyewe mencari bia (Kerang/Tiram) untuk dimakan, mereka membuat api di mnyewe  untuk memasak kerang, saat memasak kerang asap dari pembakaran itu di lihat oleh suku Ingli yang bertempat tinggal di Paga tetapi saat itu ada melakukan perjalanan ke bicoli dan mereka melihat asap dari hasil pembakaran kerang yang dibuat oleh suku Mcoli dari Jere (Kini menjadi tempat makam Sultan Mohammad Zainal-Abidin 1805 – 1810 Sultan Tidore ke 30). Dari hal itu beberapa orang di suku Ingli ada yang katakan kepada teman-temannya “Bagaimana kalau kita kesana membunuh mereka?” dan satu di antra mereka menjawab “kita jangan membunuh meraka, kita liat dulu kalau mereka orang baik-baik kita makan bersama-sama”. Maka mereka mendekati suku Mcoli dengan niat untuk saling kenal, ternyata suku Mcoli ini suku yang baik, maka mereka memutuskan untuk makan bersama-sama, di sela-sala makan bersama-sama ternyata datang lagi satu suku yang menghampiri, suku ini adalah suku Samafu atau Smowo, suku ini adalah suku perantau yang menurut pendapat orang tua-tua ada yang katakan mereka dari Jailolo atau Tidore atau kedua-duanya. Maka ketinga suku ini makan bersama-sama dan saling kenal, suasana sangat hangat sampai tidak mau berpisah, mereka memutuskan untuk membangun suatu perkampungan, maka disini terjadi musyawara, ada yang menyarankan kampung harus di bangun di daerah yang sekarang suda menjadi desa Kasuba, tetapi ada yang tidak mau, yang tidak mau ini memiliki ilmu nujum karna nujumnya pernah terbukti dan sebagian nujumnya melakat hingga sekarang³.
 

³ᴬ Terbuti tahun 1997/1998 perna penduduk yang tinggal di daerah yang sekarang suda menjadi desa Kasuba banyak terkena wabah yang menarik perthatian dari berbagai kalangan, dalam satu ruma jika ditinggali 5 orang yang meninggal ada yang sampai 4 dan 3 orang, peristiwa ini menarik simpati desa-desa tetangga untuk mengirimkan makanan kebun, baik itu dari Wayamli, Maba dan beberapa desa lainnya.
³ᴮDan yang memegang kendali perikanan Di Bicoli yang hasil tangkapannya hampir di jual di separuh wilayah Halamahera Timur; Kec. Maba Selatan, Kec. Maba Kota, Kec. Maba Tegah, Kec. Maba Utara dan sebagian wilayah Halmahera Tegah adalah masyarakat Kasubah. Sementara kebanyakan masyarakat Bicoli perlu dipertanyakan apa pekerjaan mereka? Tidak ada pekerjaan tetap, mau di bilang petani juga tidak, nelayan juga tidak.


[  Tugas I  ]     Hukum adat dan kearifan lokal
3
 



Dia tidak mau dengan alasan jika membangun perkapungan di daerah yang sekarang suda menjadi wilayah Desa Kasuba kita akan mudah terkena penyakit, jika membangun perkampungan di daerah yang sekarang suda menjadi wilayah Desa Bicoli itu masi sedikit sulit penyakit masuk, tidak semudah seperti di Kasuba, dan dia tambahkan lagi, jika membangun rumah di atas (Daerah sekitar Kasuba) kelebihannya rejeki lebih banyak masuk dari pada di bawah (Daerah sekitar Bicoli).
Yang nujum ini sebenarnya melihat posisi tanjung jafatpopo, lanjut Beliau tanjung itu dapat menghalagi angin yang membawa penyakit sekaligus rejeki dari luar, cuman sayangnya tanjung itu yang sekaligus bukit tidak terlalu tinggi untuk menghalagi penyakit yang dapat memasuki daerah sekitar Kasuba, dan bukit itu tidak terlalu pendek untuk memasukan rejeki di daerah sekitar Bicoli. Dan hasil dari musyawarah tiga suku itu memutuskan untuk membangun daerah disekitar bicoli dengan memanjang ke arah Kasuba.


↠↠↠    Sekian dari saya mengenai sejarah Bicoli, Kebenaran dari isi tulisan ini semuanya datang dari Allah SWT. Dan kesalahan bersumber dari saya, dan saya sangat mengharapkan sumbangan referensi mengenai sejarah Bicoli baik yang tidak termuat dalam tulisan ini atau kesalahan dalam peristiawa dan tokoh yang pembaca temukan, karena sumbangan referensi dapat melengkapi isi tulisan. Akhir kata saya ucapkan terimakasi banyak kepada Tete wahab Ismail, Tete Sebau Kasturi, Tete Ikbal Hasan dan Tete Salasa Abbas yang telah meluangkan waktu ngobrol dengan saya. Dan Terimakasi kepada Prof. Dr. Syahril Muhammad M.hum yang telah memberikan tugas sehingga mengharuskan saya untuk kembali menulis sejarah Bicoli dari hasil percakapan saya dengan orang tua-tua.













[  Tugas I  ]     Hukum adat dan kearifan lokal
4